Monday, May 28, 2012

Nasabah Kartu Kredit Citibank Tewas Dibunuh Saat Di Introgasi Debt Collector Di Kantor Citibank Menara Jamsostek

Polisi menetapkan tiga penagih utang, A, H, dan D, sebagai tersangka karena menyebabkan kematian Irzen Octa (56), nasabah kartu kredit, Selasa (29/3). Mereka diduga menganiaya jiwa korban sehingga korban stroke dan meninggal. Irzen diduga tewas setelah diinterogasi ketiga tersangka. Ketiganya ditahan di ruang tahanan Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (31/3). Menurut Kepala Satreskrim Polres Metro Jaksel Ajun Komisaris Besar Budi Irawan, Irzen diduga tewas akibat penganiayaan psikis saat diinterogasi para penagih utang salah satu bank swasta di Jakarta.
”Korban sengaja datang ke Citibank Cabang Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto, Mampang Prapatan, untuk mengklarifikasi tagihan kartu kreditnya. Namun, dari penyelidikan sementara, korban justru dibawa ke ruang negosiasi. Di ruang ini diduga korban mendapat siksaan psikis sehingga pembuluh darah otaknya pecah,” kata Budi, kemarin.
Kamis sore hingga malam, Budi dan timnya dijadwalkan mendatangi Citibank di Menara Jamsostek untuk melengkapi berkas kasus tewasnya Irzen. Temuan polisi, korban masih terdata sebagai Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa.
Sekertaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB), Irnez Octa, diduga meninggal karena tindak kekerasan. Dari hasil visum diketahui, pembuluh darah kepala bagian belakangnya pecah, kepala belakang bagian kiri Irnez mengalami memar.
“Dia juga mengalami beberapa luka lecet di bagian hidungnya,” kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono, Jumat 1 April 2011.
Irzen, 50 tahun, dibunuh oleh debt collector kartu kredit Citibank karena protes terhadap tagihan kartu kreditnya. Korban tidak terima karena tagihan kartu kreditnya membengkak dari Rp 48 juta menjadi Rp 100 juta. Itu terjadi saat ia akan membayar tagihan kartu kredit di kantor Citibank Cabang Menara Jamsostek, Jakarta Selatan Selasa (29/3) lalu.
Akibat kesal, pegawai Citibank berinisial A beserta dua rekannya H dan D menghabisi nyawa Irzen di salah satu ruang di lantai 5 gedung itu.
Menurut Gatot, meski hasil visum sementara menunjukkan adanya tindak kekerasan, namun ketiga tersangka, A yang merupakan karyawan Citibak, dan D serta H selaku penagih utang belum mengaku menganiaya Irnez.
Kepada polisi, mereka hanya mengaku menepuk pundak Irnez dan memukul tangannya. “Tapi itu baru pengakuan mereka, kami belum tahu seberapa keras tepukan mereka di pundak korban.”
Karenanya, penyidik akan meminta keterangan saksi ahli mengenai kemungkinan adanya penganiayaan terhadap Irnez.
Dalam kasus itu, penyidik menemukan sejumlah barang bukti berupa bercak darah di gorden ruangan, dinding, serta adanya luka pada bagian hidung Irnez. “Korban juga mengeluarkan air liur atau busa,” kata Gatot.
Menurut Budi, Polsek Metro Mampang pada Selasa sekitar pukul 12.00 mendapat telepon dari seseorang yang mengaku teman korban. ”Teman itu memberitahukan soal Irzen yang diinterogasi petugas penagih Citibank. Petugas kami sampai di lokasi sebelum pukul 13.00 dan menemukan korban dengan mulut berbusa. Darah keluar dari hidung,” katanya.
Jasad korban langsung dibawa polisi ke RSCM. Dari hasil visum, tidak ditemukan lebam yang mengindikasikan adanya penganiayaan fisik. Hanya ditemukan darah, antara lain di hidung korban yang diduga berasal dari pecahnya pembuluh darah otak.
Data dari RSCM menyebutkan, jasad Irzen—ditulis sebagai warga Budi Indah Blok I/3 RT 05 RW 07 Nomor 13 Batu Ceper, Tangerang—dikirim oleh Polsek Mampang, Jaksel. Pada Rabu (30/3), jenazah Irzen diambil kerabatnya, Esi Ronaldi, ke Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jaksel.
Dari olah tempat kejadian perkara, polisi menemukan bercak darah di dinding dan tirai ruang negosiasi. Ruang ini berada di lantai lima dengan ukuran sekitar 2 x 3 meter. Budi menyebutkan, di ruangan ini hanya ada satu meja dan kursi. Irzen dibawa ke ruangan ini karena mempertanyakan utang kartu kreditnya, yang menurut korban hanya sekitar Rp 48 juta, tetapi tagihan resmi dari bank menyebutkan utangnya hingga Rp 100 juta.
Pasal pengeroyokan
”Kami sudah menahan tiga tersangka. Ketiganya adalah satu karyawan Citibank yang bertugas di bagian penagihan berinisial A dan dua lagi adalah agen penagih utang berinisial H dan D. Kasus ini juga masih dalam pengembangan,” kata Budi lagi.
Ketiga tersangka dijerat pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 tentang pengeroyokan, dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Praktisi hukum Friska Gultom yang dihubungi terpisah mengatakan, pengenaan Pasal 351 dan Pasal 170 tidak tepat. Sebab, hasil otopsi tak menyebutkan adanya tanda penganiayaan fisik. Pembuktian tuduhan adanya penganiayaan psikis juga akan sulit.
”Bagaimana mau membuktikan bahwa korban teraniaya secara psikis kalau korban sudah tewas?” kata Friska.
Bukan karyawan Citibank
Sementara itu Ditta Amahorseya, Country Corporate Affairs Head Citi Indonesia, kepada Kompas melalui telepon menjelaskan, ketiga orang yang ditetapkan polisi sebagai tersangka berasal dari agensi penagih utang ”Tidak ada satu pun yang berstatus karyawan Citibank,” katanya, Kamis (31/3).
Ditta mengakui, Citibank memang memiliki beberapa ruang kantor negosiasi atau collection, antara lain di Menara Jamsostek. Saat ini, penanganan kasusnya diserahkan kepada kepolisian.
Ditta menegaskan, Citibank memiliki kode etik yang harus dipatuhi penagih utang, termasuk larangan menggunakan kekerasan. ”Tentu kami akan putus agensi itu kalau dari hasil penyelidikan polisi mereka memang benar melakukan perbuatan yang melanggar kode etik Citibank. Kami tak akan menoleransi tindakan semacam itu,” ucapnya.
Citibank, menurut Ditta, memiliki dan mematuhi kode etik yang ketat sehubungan dengan proses penagihan utang. Semua karyawan agensi yang mewakili Citibank dituntut untuk mematuhi kode etik tersebut setiap kali berinteraksi dengan nasabah, termasuk tidak menggunakan segala bentuk ancaman.
Ketua Umum Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Wiweko Probojakti yang dihubungi Kompas menyatakan, AKKI tak bisa mencampuri soal penagihan utang kartu kredit. Pasalnya, soal penagihan adalah kewenangan penerbit kartu kredit.
Penerbit kartu tentunya memiliki kebijakan internal dalam penagihan kartu, termasuk penerbit kartu sebesar Citibank. ”Kalau nasabah datang ke kantor penerbit kartu untuk menyelesaikan masalah kartu kredit atau mencari solusi, itu sudah benar,” ujar Dodit.
Dalam jawaban melalui surat elektronik kepada Kompas, Ditta menyebutkan, Citibank menyampaikan bela sungkawa kepada pihak keluarga korban. ”Kami bekerja sama dengan keluarga untuk membantu mereka pada saat yang sulit ini,” katanya.

No comments:

Post a Comment